Rini Asal Lampung Jadi Perempuan Indonesia Pertama Selesaikan Lomba Lari Trail Tertua di Amerika

Rini Asal Lampung Jadi Perempuan Indonesia Pertama Selesaikan Lomba Lari Trail Tertua di Amerika

Life Hack WordsPerempuan pertama asal Indonesia kelahiran Lampung, Rini Sugianto, berhasil menyelesaikan Western States Endurance Run, lomba lari trail paling tua dan paling bergengsi di Amerika Serikat, pada Minggu (29/6/2025).

Ajang tersebut berlangsung di negara bagian California, Amerika Serikat, dengan garis akhir di Placer High School, Auburn.

Rini sukses menuntaskan jarak sejauh 100 mil atau sekitar 161 kilometer dalam waktu 29 jam 29 menit 03 detik, yakni kurang dari batas waktu maksimal 30 jam.

Prestasi Rini jadi sorotan komunitas pelari trail dunia.

Akun Instagram @trail_fans menyebut pencapaian ini sebagai momen bersejarah dan mengatakan bahwa Rini jadi perempuan Indonesia pertama yang berhasil menyelesaikan ajang tersebut.

“A adalah untuk Asia. Para pelari trail perempuan asal Asia tampil gemilang dengan dua atlet berhasil menembus sepuluh besar. Fuzhao Xiang dari Tiongkok finis di posisi kedua, sementara Hau Ha dari Vietnam menempati posisi keenam. Rini Sugianto mencatat sejarah sebagai perempuan pertama dari Indonesia yang berhasil menyelesaikan ajang tersebut,” tulis akun tersebut, Jumat (4/7/2025).

Dalam wawancaranya bersama Trail Fans, Rini berbagi kisah perjalanannya dari awal ketertarikan pada lari trail hingga keberhasilannya dalam menyelesaikan ajang tersebut.

Rini merupakan warga Indonesia yang berasal dari Lampung.

Ia kini menetap di Amerika Serikat setelah sebelumnya sempat tinggal di Selandia Baru.

Perjalanannya dalam dunia lari trail dimulai sekitar 10 tahun lalu, setelah ia pindah dari Selandia Baru ke AS.

Meski tergolong baru dalam komunitas pelari trail, Rini bukan sosok asing dalam dunia olahraga. Sejak kecil, ia sudah terbiasa aktif bergerak.

“Saya pernah jadi perenang selama lima tahun. Di sekolah menengah dan kuliah, saya main voli dan basket. Saya baru kembali ke dunia olahraga waktu kuliah S2 di AS,” tuturnya dalam wawancaranya dengan Trail Fans, Senin (30/6/2025) di California.

Setelah tinggal di AS, minatnya mulai bergeser ke aktivitas luar ruang seperti mendaki gunung.

Dari sanalah ia mulai mengenal lari trail dan mulai menyukai olahraga tersebut.

Kesukaannya pada trail run membuatnya tetap melakukan aktivitas tersebut setiap kali pulang ke Indonesia.

Ia selalu menyempatkan diri mengeksplorasi jalur-jalur lari di berbagai daerah.

“Biasanya saya pulang setahun sekali dan mencoba bertemu pelari trail lokal. Mereka ajak saya ke jalur-jalur yang, ya kamu tahu lah, terjal, tidak ada penanda, kadang harus naik turun ekstrem,” ujarnya.

Salah satu pengalaman lomba paling berkesan menurutnya saat ia mengikuti lomba 70 km di kawasan Gunung Bromo-Tengger-Semeru tahun 2017.

Dan sejak menetap di AS, Rini mulai aktif mengikuti berbagai lomba. Ia mengakui bahwa di sana, hampir tiap akhir pekan ada kompetisi trail, meskipun tidak semua bisa diikuti dengan mudah.

“Ada banyak lomba setiap akhir pekan, tapi untuk ikut yang besar seperti Western States, butuh waktu bertahun-tahun. Bahkan untuk ikut lomba, kualifikasinya sangat sulit,” ucapnya.

Karena itu, ia lebih sering mengikuti lomba lokal berskala kecil yang proses pendaftarannya lebih fleksibel.

“Saya sering ikut lomba kecil, lokal, yang bisa daftar beberapa hari sebelumnya. Acaranya santai, orang-orangnya baru kenal trail run juga. Tidak semua dari mereka tahu bintang besar seperti Kilian Jornet atau Jim Walmsley. Itu menyenangkan banget. Mereka tidak peduli, mereka cuma mau lari dan bersenang-senang," katanya.

Pengalamannya makin bertambah saat ia berhasil menyelesaikan empat lomba 100 mil, termasuk Ultra Trail Mont Blanc (UTMB) di Eropa, Mountain Lakes 100 di Oregon, dan Hallucination 100 di Pantai Timur AS.

Sementara itu, khusus untuk Western States, Rini melakukan persiapan dengan jauh lebih serius.

“Saya ikut beberapa lomba untuk melatih dan menguji kebugaran, seperti Februari 50K, Maret Big Alta 50. Pada bulan April saya ikut training camp Western States, dan Mei 100K Canyons. Satu tantangan besar tiap bulan,” jelas Rini.

Jika biasanya ia tidak terlalu banyak melakukan riset, untuk ajang tersebut ia berusaha maksimal memanfaatkan setiap kesempatan mengenali medan.

“Karena masuknya susah, saya manfaatkan semua kesempatan. Saya banyak menghabiskan waktu di lintasan," ujar Rini.

Selain berlatih mandiri, Rini mendapat dukungan besar dari komunitas FreeTrail yang ia ikuti.

Dan Rini memiliki alasan kuat mengapa ia memilih Western States sebagai target lomba yang ingin ia ikuti.

Kepada Trail Fans, ia bercerita bahwa lomba tersebut merupakan lomba tertua di AS dan sangat ikonik.

“Kenapa tidak? Ini lomba 100 mil tertua di AS, sangat ikonik. Komunitasnya luar biasa. Sorakan di pendakian pertama Escarpment luar biasa sangat keras. Bahkan, kamu tidak bisa dengar suaramu sendiri. Dan tahun ini lebih keras lagi. Mereka bahkan sediakan trem buat supporter," kata Rini.

Sebelumnya Rini pernah terlibat dalam ajang perlombaan tersebut.

Pada 2022, ia pernah jadi kru dari Dendi Dwitiandi, pelari Indonesia pertama yang juga menyelesaikan lomba Western States.

Namun, untuk bisa berpartisipasi jadi peserta bukanlah hal mudah.

Karena alasan konservasi lingkungan, jumlah pelari dibatasi hanya 369 orang.

Rini beruntung dapat kesempatan melalui sistem undian, sekaligus dipilih FreeTrail sebagai perwakilan. Meski begitu, Rini sempat diliputi kekhawatiran.

“Saya benar-benar takut. Saya tidak kuat panas, dan Western States itu cepat, saya lebih suka gaya Ultra-Trail du Mont-Blanc (UTMB) yang tanjakan-tanjakan," kata Rini.

Untuk ajang ini, pelatihnya, Corrine Malcolm jadi sosok penting yang membantu Rini menjalani latihan intensif, termasuk beradaptasi dengan panas, turunan, dan strategi nutrisi selama lomba.

Rini juga didukung tim kecil yang terdiri dari suaminya sebagai kepala kru serta dua pacer, yakni Patrick dan Kim.

Bagian menuju garis akhir menurut Rini terasa lebih ringan. Rini menyebutnya sebagai “karpet California” karena medannya yang relatif bersahabat.

Saat melihat bendera Indonesia di Jembatan No Hands, air mata Rini kembali mengalir.

Di Robie Point, ia disambut teman-temannya, lalu bersama-sama menyelesaikan jarak terakhir.

(kompas.com)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tarif Trump jadi Fokus Pertemuan Para Menlu Asean di Malaysia

Baru Melantai di Bursa, Harga Saham Indokripto Koin Semesta (COIN) Melesat 35%

Unggahan Terakhir Arya Daru Pangayunan Sebelum Ditemukan Tewas dengan Kepala Dilakban