Dinas Peternakan Perketat Sapi Bali Masuk Aceh,Buntut 8 Sapi Mati Massal di Tamiang

Laporan Yarmen Dinamika | Banda Aceh
Life Hack Words– Kematian delapan ekor sapi bali di Aceh Tamiang deng ciri-ciri anus berdarah, menimbulkan teka-teki sekaligus kekhawatiran bagi pihak Dinas Peternakan (Disnak) Aceh. Soalnya, sudah hampir seminggu belum juga dapat dipastikan oleh Balai Veterniner Sumatera Utara apa yang menyebabkan kedelapan sapi itu mati.
Hasil pemeriksaan sementara hanya mengonfirmasi bahwa sapi-sapi bali itu bukan mati disebabkan oleh penyakit mulut dan kuku (PMK), maupun disebabkan jembrana, jenis penyakit “bawaan badan” khas sapi ras bali.
“Karena belum didapat hasil lab tentang apa sebetulnya yang menyebabkan sapi-sapi bali itu mati massal, maka untuk sementara kita perketat masuknya sapi bali ke Aceh, terutama dari perbatasan Sumatera Utara. Ini Langkah preventif,” kata Kepala Dinas Peternakan (Kadinak) Aceh Zalsufran ST MSi.
Pernyataan itu diutarakan Zalsufran saat menyampaikan sambutan pada acara pembukaan Pelatihan Kader Peternakan Aceh di Aula UPTD Inseminasi Buatan dan Inkubator (IBI) Saree, Aceh Besar, Senin (7/7/2025) pagi.
Setelah itu, dalam perbincangan khusus dengan Life Hack Words, Zalsufran masih menunjukkan kegelisahannya tentang penyebab matinya delapan sapi bali di Aceh Tamiang itu. “Kalau ternyata penyebabnya bukan PMK dan jembrana, berarti kematian sapi-sapi itu ada kemungkinan disebabkan oleh penyakit lan. Jangan-jangan brucellosis dan mudah-mudahan jangan pula antraks. Di Aceh kan belum pernah muncul kasus antraks,” kata Zalsufran.
“Karena belum ada kepastian tentang penyebab kematian massal delapan sapi tersebut, kita patut berasumsi bahwa ada sesuatu nih pada sapi bali. Dan kenapa pula di antara sapi-sapi yang mati dengan anus berdarah tu semuanya dari ras sapi bali. Sapi jenis lain di dekatnya aman-aman saja,” ujar Zalsufran bernada selidik.
Atas dasar itu, ia memutuskan untuk lebih memperketat masuknya sapi bali dari mana pun ke Aceh. Untuk itu, di perbatasan Aceh Tamiang dengan Sumatera Utara (Sumut) dan Aceh Tenggara dengan Sumut, maupun di titik perbatasan lainnya, sapi-sapi bali yang hendak dibawa masuk Aceh, haruslah benar-benar dicek surat kesehatan hewan (SKH)-nya.
“Kalau tanpa surat kesehatan atau kesehatan hewannya diragukan, ya tolak saja! Ini sebagai antisipasi jangan sampai masuknya sapi bali ke Aceh justru berujung pada kematian massal lagi seperti yang terjadi di Aceh Tamiang itu,” kata Zalsufran.
Aplikasi ‘real time’
Selain itu, sebagai dampak dari kematian delapan sapi tersebut, Kadisnak Aceh mulai memberlakukan sistem pengecekan harian berbasis aplikasi ‘real time’ di titik-titik perbatasan Aceh dengan Sumut.
Tujuannya adalah supaya setiap ternak (sapi, kerbau, dan kambing) yang dibawa masuk ke Aceh (dari luar provinsi) langsung terpantau melalui aplikasi tersebut dan dapat diketahui juga secara ‘real time’ di Dinas Peternakan Aceh yang berkedudukan di Banda Aceh.
Untuk itu, kata Zalsufran, pihaknya sudah duduk dengan tim IT Disnak Aceh yang ia minta menyiapkan aplikasi pemantauan ternak masuk Aceh secara ‘real time’, tanpa perlu menunggu kumpulan laporan dalam satu minggu atau bahkan satu bulan, seperti biasanya.
“Kini, kita bisa langsung dapat gambaran riil di lapangan setiap saat. Misalnya, adakah sapi bali atau ras lainnya yang dimasukkan ke Aceh dengan kondisi kesehatan tertentu, langsung bisa ketahui pada saat itu juga,” ujar Zalsufran.
Di sisi lain, ia juga berharap agar Laboratorium Veteriner Sumatera Utara dapat segera mendeteksi apa yang menyebabkan kedelapan sapi bali itu mati. Apakah matinya disebabkan virus, keracunan pakan, atau faktor lain? Semoga misteri ini cepat terjawab dan kita bisa segera menentukan langkah apa yang harus diambil,” demkian Zalsafran.(*)
Komentar
Posting Komentar